Thema : Refleksi
Jampersal Bagi Petugas Kesehatan (Bidan) Terhadap Pasien Dan Implikasinya.
.
Bidan adalah suatu
profesi yang dinamis. Perubahan yang terjadi begitu cepat, mengharuskan bidan
secara terus-menerus untuk memperbaharui keterampilannya dan meningkatkan
kemampuannya. Dalam upaya pelayanan kebidanan yang berfokus pada kesehatan
reproduksi, peran dan fungsi bidan adalah sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik dan peneliti.
1.
Peran sebagai pelaksana
Bidan sebagai pelaksana
memberi pelayanan kebidanan pada wanita dalam siklus kehidupannya, asuhan
neonatus, bayi dan anak balita. Sebagai pelaksana bidan mempunyai tiga kategori
tugas yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi,
dan tugas ketergantungan.
a.
Tugas mandiri, seperti menetapkan
manajement kebidanan pada setiap asuhan kebidanan, memberi pelayanan dasar masalah
kesehatan reproduksi remaja dan wanita dewasa melibatkan partisipasi mereka
sebagai klien, memberi asuhan kebidanan pada klien selama masa hamil, persalinan
dan fase nifas yang melibatkan klien/keluarga, memberi asuhan bagi bayi baru
lahir, balita, memberi asuhan kebidanan bagi wanita usia subur dan pelayanan
keluarga berencana, dan memberikan asuhan kebidanan bagi wanita dengan gangguan
sistem reproduksi, klimakterium dan menopause .
b.
Tugas kolaborasi, kemampuan bidan dalam
bentuk kerja sama pelayanan dan penanganan masalah klien, seperti menerapkan
pola manajement dan asuhan kebidanan yang tetap melibatkan klien dan
keluarganya, memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil berisiko tinggi,
persalinan berisiko tinggi atau nifas berisiko tinggi, bayi baru lahir, balita
berisiko tinggi dan pertolongan pertama kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi.
c.
Tugas ketergantungan adalah kemampuan
bidan yang berupa pelimpahan tugas dan tanggung jawab pada tingkat yang lebih
tinggi, seperti menerapkan manajement dan asuhan kebidanan yang sesuai dengan
fungsi keterlibatan klien dan keluarga, memberikan asuhan kebidanan melalui
konsultasi dan rujukan kasus kehamilan dengan risiko tinggi, persalinan,
perawatan bayi baru lahir atau balita dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi
dan rujukan yang tetap melibatkan klien dan keluarganya
2.
Peran sebagai pengelola
Peran bidan sebagai
pengelola meliputi tugas pengembangan pelayanan kesehatan dan tugas partisipasi
dalam tim. Tugas-tugas pengembangan pelayanan kesehatan meliputi kajian
kesehatan ibu dan anak (KIA) dan menyusun rencana kerja, pengelolaan kegiatan
pelayanan dan kesehatan masyarakat, melakukan koordinir supervisi dan
membimbing kader, dukun beranak atau tenaga kesehatan lainnya, mengembangkan
strategi pelayanan kesehatan, mengembangkan potensi masyarakat di bidang
kesehatan, mempertahankan, meningkatkan kualitas kesehatan, keamanan praktik
kebidanan dan mendokumentasikan seluruh kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan
anak.
3.
Peran sebagai pendidik
Tugas bidan sebagai
pendidik meliputi memberikan edukasi dan penyuluhan kesehatan bagi klien dan
keluarganya atau kelompok-kelompok masyarakat mengenai penanggulangan kesehatan
yang berkaitan dengan kesehatan ibu, anak dan keluarganya, melatih dan membina kader-kader
termasuk mahasiswa dan perawat serta para dukun beranak yang ada di wilayah
kerjanya dan sebagai motorship dan preceptorship bagi calon tenaga
kesehatan dan bidan baru.
4.
Peran sebagai peneliti
Peran bidan sebagai peneliti
meliputi melaksanakan kegiatan penelitian baik secara mandiri atau kelompok,
yang bertujuan mengidentifikasi kebutuhan, penyusunan rencana dan pelaksanaan
penelitian, mengelola dan menginterpretasikan data, menyusun laporan dan
memanfaatkan hasil investigasinya.
Bidan
bertanggung jawab secara menyeluruh terhadap pasien dan bidan berhak memberikan
intervensi secara maksimal sesuai dengan kebutuhannya. Definisi pasien adalah
setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada dokter atau petugas kesehatan lainnya.
Menurut
komite pengawasan akses layanan kesehatan Amerika, definisi akses adalah
pemanfaatan layanan kesehatan tepat waktu untuk mencapai status kesehatan yang
baik, yang paling memungkinkan. Dengan demikian, akses mengandung arti layanan
kesehatan tersedia kapanpun dan dimanapun diperlukan oleh masyarakat.
Layanan
kesehatan merupakan suatu produk berupa jasa atau barang yang dihasilkan oleh
suatu produsen, dalam hal ini bisa provider maupun institusi kesehatan.
Sekilas, tampaknya layanan kesehatan sama dengan barang ekonomi lainnya yang
ada di pasar. Namun, perlu diwaspadai bahwa layanan kesehatan mempunyai
karakteristik unik yang tidak dimiliki oleh barang ekonomi lainnya, sehingga
memerlukan perhatian khusus.
Layanan
kesehatan harus terdistribusi menurut geografi, sosial ekonomi dan kebutuhan
masyarakat, sehingga dikatakan bahwa akses layanan kesehatan telah ekuitas.
Sebaliknya, jika layanan kesehatan belum terdistribusi menurut geografi, sosial
ekonomi dan kebutuhan masyarakat, dapat dikatakan bahwa akses layanan kesehatan
inekuitas.
Saat
ini telah hadir Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang mengatur tentang program jaminan sosial termasuk jaminan
kesehatan. Dengan adanya undang-undang tersebut, maka dimasa mendatang jaminan
kesehatan yang bersifat pelayanan perorangan berupa promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif dan obat-obatan serta bahan medis habis pakai
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip
ekuitas. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pemberi pelayanan
kesehatan dapat berupa fasilitas kesehatan milik pemerintah ataupun milik
swasta, yang telah menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
Kementerian Kesehatan
meluncurkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) ini untuk mempercepat
pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 khususnya
menurunkan angka kematian ibu hingga tiga perempat dan angka kematian bayi
hingga dua pertiga AKI/AKB tahun sebelumnya. Tidak seluruhnya jenis pelayanan
kesehatan pada program Jampersal dipergunakan tepat sasaran. Berdasarkan hasil
survei sebuah penelitian kepada 17 responden (ibu hamil dan ibu nifas) hanya 3
orang yang sudah menggunakan Jampersal. Mayoritas masih belum menggunakan
Jampersal karena tidak mengetahui tentang program Jampersal (64,28%) dan
menganggap bahwa prosedur mengikuti Jampersal rumit (21,42%).
Ekuitas dalam pemberian
pelayanan kesehatan merupakan keadilan dalam pemberian pelayanan kesehatan
kepada dua atau lebih kelompok. Terdapat dua bentuk utama dari ekuitas, yaitu
ekuitas horisontal dan ekuitas vertikal. Penilaian ekuitas horisontal dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah dengan menganalisis apakah perlakuan
yang sama untuk kebutuhan yang sama (Equal Treatment for Equal Need atau
ETEN) telah tercapai. Sedangkan ekuitas vertikal dinilai dari pemberian
pelayanan sesuai dengan proporsi kebutuhan. Ibu pengguna Jampersal dengan
ekuitas tinggi mendapatkan atau memanfaatkan pelayanan KIA paling banyak.
Begitu juga pada kelompok ibu non-Jampersal dengan ekuitas rendah mendapatkan
atau memanfaatkan pelayanan KIA paling sedikit. Hal ini dapat dipahami bahwa
ekuitas terhadap pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi pemanfaatan ibu hamil
terhadap pelayanan kesehatan. Semakin tinggi ekuitas maka ibu akan semakin
mampu untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Pemanfaatan ibu Jampersal dan non
Jampersal sama-sama memiliki pemanfaatan yang tinggi. Namun ibu yang
menggunakan Jampersal lebih sering memanfaatkan pelayanan daripada ibu non
Jampersal. Jampersal dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan pelayanan
kesehatan oleh ibu hamil.
Peran
serta bidan dalam akses pelayanan kesehatan Jampersal diharapkan mampu
terealisasikan secara merata, karena di Indonesia sendiri banyak ibu hamil,
bersalin dan nifas yang masih belum menggunakan jasa pelayanan ini. Petugas
kesehatan dan Puskesmas hendaknya
lebih meningkatkan promosi program Jampersal kepada masyarakat agar dapat
meningkatkan jumlah pengguna Jampersal. Selain faktor tenaga kesehatan,
masyarakat merupakan kelompok yang memegang peran penting dalam tercapainya
ekuitas. Pengetahuan tentang berbagai program kesehatan yang telah dicanangkan
oleh pemerintah akan meningkatkan akses masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan murah.
DAFTAR PUSTAKA
Janiwarty dan
Bertsaida. 2013. Pendidikan Psikologi
Untuk Bidan. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Pudjiraharjo Intan Nina Sari. 2013. Ekuitas Dalam Pemberian Pelayanan Kesehatan.
Jurnal (online). http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/3.%20Intan%20Nina%20S._JAKIv1n1.pdf
(diakses tanggal 12 november 2013).
Retnaningsih Ekowati. 2013. Akses Layanan Kesehatan. Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Syafruddin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. EGC: Jakarta.
Yunanto
Ari dan Helmi. 2010. Hukum Pidana
Malpraktik Medik. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar