Jumat, 21 Februari 2014

Malapraktik Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Melaksanakan Praktek Mandiri


A.    Malapraktik
Menurut Munir Fuady, malapraktik memiliki pengertian sebagai berikut: setiap tindakan medis yang dilakukan dokter atau orang-orang dibawah pengawasannya, atau penyedia jasa kesehatan yang dilakukan terhadap pasiennya, baik dalam hal dignosis, terapeutik dan manajemen penyakit yang dilakukan secara melanggar hukum, kepatutan, kesusilaan dan prinsip-prinsip profesional baik dilakukan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati yang menyebabkan salah tindak, rasa sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan kerugian lainnya yang menyebabkan dokter atau perawat harus bertanggung jawab baik secara administratif, perdata maupun pidana. Kegagalan ini dapat disebabkan berbagai macam faktor:
1.         Adanya unsur kelalaian
Yang dimaksud dengan kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu melakukan tugasnya dengan tidak hati-hati atau tidak sewajarnya. Kelalaian sendiri bukan merupakan pelanggaran hukum jika kelalaian tersebut tidak menimbulkan kerugian pada orang lain. Oleh karena itu kelalaian dimaksudkan dalam malapraktik ini adalah kelalaian berat (culpa lata) yang menimbulkan kerugian materi bahkan nyawa seseorang.

2.         Adanya unsur kesalahan bertindak
Kesalahan bertindak ini terjadi karena kurangnya ketelitian dokter didalam melakukan observasi terhadap pasien sehingga terjadilah hal yang tidak diinginkan bersama.
3.         Adanya unsur pelanggaran norma profesi atau hukum
Pelanggaran norma profesi ini terjadi pada saat seseorang dokter atau petugas kesehatan melakukan tindakan di luar batas wewenangnya.
4.         Adanya kesengajaan untuk melakukan tindakan yang merugikan
Tindakan kesengajaan terjadi ketika seorang dokter atau petugas kesehatan lainnya melakukan hal-hal diluar apa yang seharusnya dilakukan hanya karena alasan untuk memperoleh keuntungan semata.
B.     Tanggung jawab bidan dalam melaksanakan praktek mandiri.
Dalam melaksanakan praktek mandiri, bidan melakukan tugas yang sangat berat. Disamping tugas berat yang harus diembannya bidan juga dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang telah dilakukannya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berikut tanggung jawab bidan:
1.    Tanggung jawab secara moral
Tanggung jawab ini muncul apabila bidan didalam melaksanakan tugasnya yaitu melakukan praktek mandiri telah melanggar dari sumpah yang sudah diucapkan pada saat bidan dinyatakan lulus sebagai bidan. Sehingga tanggung jawab ini timbul apabila bidan dalam melaksanakan praktek mandiri telah melanggar norma-norma yang ada didalam masyarakat sehingga bertentangan dengan sumpah yang telah diucapkan pada saat bidan dinyatakan lulus dari pendidikan untuk dapat memberikan asuhan kebidanan kepada masyarakat.
2.    Tanggung jawab etis
Tanggung jawab ini berlaku apabila dalam melaksanakan tugasnya yaitu melakukan praktek mandiri telah mengabaikan tugas yang diberikan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat atau menyimpang dari kode etik. Dengan demikian, semua tindakan bidan yang telah dilakukannya harus dipertanggung jawabkan dihadapan organisasi profesi yaitu Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
3.    Tanggung jawab secara hukum
Tanggung jawab secara hukum ini masih dibagi lagi menjadi 3 yaitu:
a.    Tanggung jawab secara pidana
Tanggung jawab secara pidana ini berdasarkan pada Undang-Undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Undang-undang no. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan dan KUHP (kitab Undang-undang hukum pidana). Tanggung jawab ini berlaku apabila bidan dalam melaksanakan praktek mandiri mengakibatkan kerugian terhadap pasien dari akibat suatu kesalahan atau kelalaian berakibat fatal terhadap pasien, misalnya: cacat, bahkan kematian.
Dalam Undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 80 ayat (1) disebutkan: “barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00”
Ketentuan pidana ini berlaku apabila korban (pasien) melaporkan kepada penyidik (Polisi) dan penyidik melakukan penyidikan terhadap kasus atau permasalahan tersebut untuk tindak lanjut.
b.    Tanggung jawab secara perdata
Berbeda dengan tanggung jawab secara pidana, tanggung ini lahir atau timbul apabila pasien merasa dirugikan atas pelayanan yang diberikan oleh bidan. Sehingga pasien berhak menuntut ganti kerugian kepada bidan dari akibat yang telah ditimbulkan. Pengaturan tentang ganti kerugian atau tanggung jawab secara perdata diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 55 juga mengatur tentang ganti kerugian yang ditimbulkan oleh tenaga kesehatan.
c.    Tanggung jawab secara Hukum Administrasi Negara
Tanggung jawab secara administrasi berlaku bagi bidan apabila mengabaikan atau melanggar ketentuan yang sudah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan.

DAFTAR PUSTAKA
Ide Alexandra. 2012. Etika Dan Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan. Grasia Book Publisher: Yogyakarta.
Utomo Joko. 2004. Tanggung Jawab Bidan Dalam Melaksanakan Praktek Bidan Mandiri (Studi Kasus Praktek Bidan Mandiri Dilingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Demak). Skripsi (online). http://eprints.unika.ac.id/11188/.pdf (diakses tanggal 09 Desember 2013).
Yunanto Ari dan Helmi. 2010. Hukum Pidana Malpraktik Medik. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Judul : Peran Bidan Terhadap Pasien Dalam Akses Layanan Kesehatan Jampersal


Thema      :      Refleksi Jampersal Bagi Petugas Kesehatan (Bidan) Terhadap Pasien Dan Implikasinya.
.
Bidan adalah suatu profesi yang dinamis. Perubahan yang terjadi begitu cepat, mengharuskan bidan secara terus-menerus untuk memperbaharui keterampilannya dan meningkatkan kemampuannya. Dalam upaya pelayanan kebidanan yang berfokus pada kesehatan reproduksi, peran dan fungsi bidan adalah sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti.
1.        Peran sebagai pelaksana
Bidan sebagai pelaksana memberi pelayanan kebidanan pada wanita dalam siklus kehidupannya, asuhan neonatus, bayi dan anak balita. Sebagai pelaksana bidan mempunyai tiga kategori tugas yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi,  dan tugas ketergantungan.
a.         Tugas mandiri, seperti menetapkan manajement kebidanan pada setiap asuhan kebidanan, memberi pelayanan dasar masalah kesehatan reproduksi remaja dan wanita dewasa melibatkan partisipasi mereka sebagai klien, memberi asuhan kebidanan pada klien selama masa hamil, persalinan dan fase nifas yang melibatkan klien/keluarga, memberi asuhan bagi bayi baru lahir, balita, memberi asuhan kebidanan bagi wanita usia subur dan pelayanan keluarga berencana, dan memberikan asuhan kebidanan bagi wanita dengan gangguan sistem reproduksi, klimakterium dan menopause .
b.         Tugas kolaborasi, kemampuan bidan dalam bentuk kerja sama pelayanan dan penanganan masalah klien, seperti menerapkan pola manajement dan asuhan kebidanan yang tetap melibatkan klien dan keluarganya, memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil berisiko tinggi, persalinan berisiko tinggi atau nifas berisiko tinggi, bayi baru lahir, balita berisiko tinggi dan pertolongan pertama kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c.         Tugas ketergantungan adalah kemampuan bidan yang berupa pelimpahan tugas dan tanggung jawab pada tingkat yang lebih tinggi, seperti menerapkan manajement dan asuhan kebidanan yang sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga, memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan kasus kehamilan dengan risiko tinggi, persalinan, perawatan bayi baru lahir atau balita dengan kelainan tertentu  dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan yang tetap melibatkan klien dan keluarganya
2.        Peran sebagai pengelola
Peran bidan sebagai pengelola meliputi tugas pengembangan pelayanan kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim. Tugas-tugas pengembangan pelayanan kesehatan meliputi kajian kesehatan ibu dan anak (KIA) dan menyusun rencana kerja, pengelolaan kegiatan pelayanan dan kesehatan masyarakat, melakukan koordinir supervisi dan membimbing kader, dukun beranak atau tenaga kesehatan lainnya, mengembangkan strategi pelayanan kesehatan, mengembangkan potensi masyarakat di bidang kesehatan, mempertahankan, meningkatkan kualitas kesehatan, keamanan praktik kebidanan dan mendokumentasikan seluruh kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
3.        Peran sebagai pendidik
Tugas bidan sebagai pendidik meliputi memberikan edukasi dan penyuluhan kesehatan bagi klien dan keluarganya atau kelompok-kelompok masyarakat mengenai penanggulangan kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan ibu, anak dan keluarganya, melatih dan membina kader-kader termasuk mahasiswa dan perawat serta para dukun beranak yang ada di wilayah kerjanya dan sebagai motorship dan preceptorship bagi calon tenaga kesehatan dan bidan baru.
4.        Peran sebagai peneliti
Peran bidan sebagai peneliti meliputi melaksanakan kegiatan penelitian baik secara mandiri atau kelompok, yang bertujuan mengidentifikasi kebutuhan, penyusunan rencana dan pelaksanaan penelitian, mengelola dan menginterpretasikan data, menyusun laporan dan memanfaatkan hasil investigasinya.
            Bidan bertanggung jawab secara menyeluruh terhadap pasien dan bidan berhak memberikan intervensi secara maksimal sesuai dengan kebutuhannya. Definisi pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau petugas kesehatan lainnya.
            Menurut komite pengawasan akses layanan kesehatan Amerika, definisi akses adalah pemanfaatan layanan kesehatan tepat waktu untuk mencapai status kesehatan yang baik, yang paling memungkinkan. Dengan demikian, akses mengandung arti layanan kesehatan tersedia kapanpun dan dimanapun diperlukan oleh masyarakat.
            Layanan kesehatan merupakan suatu produk berupa jasa atau barang yang dihasilkan oleh suatu produsen, dalam hal ini bisa provider maupun institusi kesehatan. Sekilas, tampaknya layanan kesehatan sama dengan barang ekonomi lainnya yang ada di pasar. Namun, perlu diwaspadai bahwa layanan kesehatan mempunyai karakteristik unik yang tidak dimiliki oleh barang ekonomi lainnya, sehingga memerlukan perhatian khusus.
            Layanan kesehatan harus terdistribusi menurut geografi, sosial ekonomi dan kebutuhan masyarakat, sehingga dikatakan bahwa akses layanan kesehatan telah ekuitas. Sebaliknya, jika layanan kesehatan belum terdistribusi menurut geografi, sosial ekonomi dan kebutuhan masyarakat, dapat dikatakan bahwa akses layanan kesehatan inekuitas.
            Saat ini telah hadir Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengatur tentang program jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan. Dengan adanya undang-undang tersebut, maka dimasa mendatang jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan perorangan berupa promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan obat-obatan serta bahan medis habis pakai diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pemberi pelayanan kesehatan dapat berupa fasilitas kesehatan milik pemerintah ataupun milik swasta, yang telah menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Kementerian Kesehatan meluncurkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) ini untuk mempercepat pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 khususnya menurunkan angka kematian ibu hingga tiga perempat dan angka kematian bayi hingga dua pertiga AKI/AKB tahun sebelumnya. Tidak seluruhnya jenis pelayanan kesehatan pada program Jampersal dipergunakan tepat sasaran. Berdasarkan hasil survei sebuah penelitian kepada 17 responden (ibu hamil dan ibu nifas) hanya 3 orang yang sudah menggunakan Jampersal. Mayoritas masih belum menggunakan Jampersal karena tidak mengetahui tentang program Jampersal (64,28%) dan menganggap bahwa prosedur mengikuti Jampersal rumit (21,42%).
Ekuitas dalam pemberian pelayanan kesehatan merupakan keadilan dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada dua atau lebih kelompok. Terdapat dua bentuk utama dari ekuitas, yaitu ekuitas horisontal dan ekuitas vertikal. Penilaian ekuitas horisontal dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah dengan menganalisis apakah perlakuan yang sama untuk kebutuhan yang sama (Equal Treatment for Equal Need atau ETEN) telah tercapai. Sedangkan ekuitas vertikal dinilai dari pemberian pelayanan sesuai dengan proporsi kebutuhan. Ibu pengguna Jampersal dengan ekuitas tinggi mendapatkan atau memanfaatkan pelayanan KIA paling banyak. Begitu juga pada kelompok ibu non-Jampersal dengan ekuitas rendah mendapatkan atau memanfaatkan pelayanan KIA paling sedikit. Hal ini dapat dipahami bahwa ekuitas terhadap pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi pemanfaatan ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan. Semakin tinggi ekuitas maka ibu akan semakin mampu untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Pemanfaatan ibu Jampersal dan non Jampersal sama-sama memiliki pemanfaatan yang tinggi. Namun ibu yang menggunakan Jampersal lebih sering memanfaatkan pelayanan daripada ibu non Jampersal. Jampersal dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan oleh ibu hamil.
Peran serta bidan dalam akses pelayanan kesehatan Jampersal diharapkan mampu terealisasikan secara merata, karena di Indonesia sendiri banyak ibu hamil, bersalin dan nifas yang masih belum menggunakan jasa pelayanan ini. Petugas kesehatan dan Puskesmas hendaknya lebih meningkatkan promosi program Jampersal kepada masyarakat agar dapat meningkatkan jumlah pengguna Jampersal. Selain faktor tenaga kesehatan, masyarakat merupakan kelompok yang memegang peran penting dalam tercapainya ekuitas. Pengetahuan tentang berbagai program kesehatan yang telah dicanangkan oleh pemerintah akan meningkatkan akses masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan murah.





DAFTAR PUSTAKA
Janiwarty dan Bertsaida. 2013. Pendidikan Psikologi Untuk Bidan. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Pudjiraharjo Intan Nina Sari. 2013. Ekuitas Dalam Pemberian Pelayanan Kesehatan. Jurnal (online). http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/3.%20Intan%20Nina%20S._JAKIv1n1.pdf (diakses tanggal 12 november 2013).
Retnaningsih Ekowati. 2013. Akses Layanan Kesehatan. Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Syafruddin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. EGC: Jakarta.
Yunanto Ari dan Helmi. 2010. Hukum Pidana Malpraktik Medik. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Selasa, 18 Februari 2014

implementasi hak ibu dan bayi masa post partum dan Asuhan Bayi Baru Lahir dan Balita Berdasarkan Evidence Based


A.   Implementasi Hak Ibu dan Bayi pada Masa Postpartum
Beberapa hak hak pasien secara umum adalah :
1.    Hak untuk memperoleh informasi
2.    Hak untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas
3.    Hak untuk mendapatkan perlindungan dalam pelayanan
4.    Hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan
5.    Hak untuk mendapatkan pendampingan suami atau keluarga dalam pelayanan
6.    Hak untuk mendapatkan pelayanan sesuai pilihan.
Untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut, bidan berkewajiban memberikan asuhan sesuai standar. Standar asuhan pada ibu nifas telah diatur dalam KEPMENKES 369/ MenKes/ 2007. Implementasi hak untuk ibu postnatal dan bayi, bisa diartikan dengan gerakan sayang ibu. Gerakan sayang ibu merupakan suatu gerakan yang dilaksanakan dalam upaya membantu salah satu program pemerintah untuk peningkatan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang berdampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas. Program ini bertujuan memberikan stimulant dalam memperhatikan gizi keluarga terutama ibu hamil, dan ibu menyusui. Metode yang digunakan pada program ini adalah meningkatkan kepahaman pada keluarga dengan pendampingan dan penyuluhan, pembentukan komunitas (kelompok masyarakat) yang terdiri dari masyarakat sasaran dan stakeholders.
Selain hak untuk mendapatkan pendampingan dalam gerakan sayang ibu, implementasi hak ibu post natal juga dapat berupa hak ibu dalam menyusui bayi. Kita tidak dapat memaksa ibu untuk menyusui kalau tidak ingin. Karena menyusui itu juga melibatkan keikhlasan ibu, bukan hanya sekedar memberikan ASI kepada bayinya. Sebaliknya, tidak ada seorangpun yang boleh menghalangi seorang ibu memenuhi haknya untuk menyusui bayinya. Selain ibu, bayi juga punya hak. Mendapatkan ASI ibu adalah hak bayi. Hal ini juga diatur dalam konvensi Hak anak pasal 24 yang menyatakan bahwa anak (atau bayi) berhak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat diadakan. Yang paling essensial dari hak ini adalah hak hidup si anak. Dia berhak mendapatkan kehidupan yang layak di muka bumi ini.
B.   Asuhan Bayi Baru Lahir dan Balita Berdasarkan Evidence Based :
1.    Baby Friendly
Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (inisiasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa internasional yang didirikan oleh WHO/ UNICEF pada tahun 1991 untuk mempromosikan, melindungi dan mendukung inisiasi dan kelanjutan menyusui.
Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik. Dalam istilah praktis, rumah sakit sayang bayi mendorong dan membantu wanita untuk sukses memulai dan terus menyusui bayi mereka dan akan menerima penghargaan khusus karena telah melakukannya. Sejak awal program, lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh dunia telah menerapkan program baby friendly. Negara-negara industri seperti Australia, Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swiss, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat telah resmi di tetapkan sebagai rumah sakit sayang bayi.
Dalam rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative, semua provider rumah sakit dan fasilitas bersalin akan:
a.    Memiliki kebijakan tertulis tentang menyusui secara rutin dan dikomunikasikan kepada semua staf tenaga kesehatan.
b.    Melatih semua staf tenaga kesehatan dalam keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ini.
c.    Memberi tahu semua ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui
d.    Membantu ibu untuk memulai menyusui dalam waktu setengah jam kelahiran.
e.    Tampilkan pada ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankan menyusui jika mereka harus dipisahkan dari bayi mereka.
f.     Berikan ASI pada bayi baru lahir, kecuali jika ada indikasi medis.
g.    Praktek rooming-in agar memungkinkan ibu dan bayi tetap bersama-sama
h.    Mendorong menyusui on demand
i.      Tidak memberikan dot kepada bayi menyusui
j.      Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu menghubungi mereka setelah pulang dari rumah sakit atau klinik.
2.    Memulai Pemberian ASI Dini dan Ekslusif
Berdasarkan evidence based yang up to date, upaya untuk peningkatan sumber daya manusia antara lain dengan jalan memberikan ASI sedini mungkin (IMD) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi bayi baru lahir yang akhirnya bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap menempel. Kontak antar kulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusu. Selain mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya, IMD juga berfungsi menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim ibu berkontraksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi.
Tatalaksana inisiasi menyusu dini adalah sebagai berikut :
a.    Inisiasi dini sangat membutuhkan kesabaran dari sang ibu, dan rasa percaya diri yang tinggi dan membutuhkan dukungan yang kuat dari sang suami dan keluarga, jadi akan membantu ibu apabila saat inisiasi menyusu dini suami atau keluarga mendampinginya.
b.    Obat-obatan kimiawi, seperti pijat, aroma therapi, bergerak, hypnobirthing dan lain sebagainya coba untuk dihindari.
c.    Ibulah yang menentukan posisi melahirkan, karena dia yang akan menjalaninya.
d.    Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi tanpa menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi.
e.    Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to skin contact, selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan dianggap perlu beri si bayi topi.
f.     Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi ke puting ibunya.
g.    Dukung dan bantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu (pre-feeding) yang dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam bahkan lebih, diantaranya:
1)    Istirahat sebentar dalam keadaan siaga, menyesuaikan dengan lingkungan.
2)    Memasukan tangan ke mulut, gerakan mengisap, atau mengelurkan suara.
3)    Bergerak ke arah payudara.
4)    Daerah areola biasanya yang menjadi sasaran.
5)    Menyentuh puting susu dengan tangannya.
6)    Menemukan puting susu, reflek mencari puting (rooting) melekat dengan mulut terbuka lebar.
7)    Biarkan bayi dalam posisi skin to skin contact sampai proses menyusu pertama selesai.
h.    Bagi ibu-ibu yang melahirkan dengan tindakan seperti oprasi, berikan kesempatan skin to skin contact.
i.      Bayi baru dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur setelah menyusu awal. Tunda prosedur yang invasif seperti suntikan vit K dan menetes mata bayi.
j.      Dengan rawat gabung, ibu akan mudah merespon bayi. Andaikan bayi dipisahkan dari ibunya, yang terjadi kemudian ibu tidak bisa merespon bayinya dengan cepat sehingga mempunyai potensi untuk diberikan susu formula, jadi akan lebih membantu apabila bayi tetapi bersama ibunya selama 24 jam dan selalu hindari makanan atau minuman pre-laktal.
Setelah pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD), selanjutnya bayi diberikan ASI secara eksklusif. Yang dimaksud dengan pemberian ASI secara eksklusif di sini adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, baru ia mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat terus diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih. ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM di masa yang akan datang, terutama dari segi kecukupan gizi sejak dini. Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena ASI merupakan nutrien yang ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
3.    Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir dengan Kontak Kulit ke Kulit
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Kontak kulit bayi dengan ibu dengan perawatan metode kangguru dapat mepertahankan suhu bayi dan mencegah bayi kedinginan/ hipotermi. Keuntungan cara perawatan bayi dengan metode ini selain bisa memberikan kehangatan, bayi juga akan lebih sering menetek, banyak tidur, tidak rewel dan kenaikan berat badan bayi lebih cepat. Ibu pun akan merasa lebih dekat dengan bayi, bahkan ibu bisa tetap beraktivitas sambil menggendong bayinya. Cara melakukannya yaitu :
a.    Gunakan tutup kepala karena 25% panas hilang pada bayi baru lahir adalah melalui kepala.
b.    Dekap bayi diantara payudara ibu dengan posisi bayi telungkup dan posisi kaki seperti kodok serta kepala menoleh ke satu sisi.
c.    Metode kangguru bisa dilakukan dalam posisi ibu tidur dan istirahat
d.    Metode ini dapat dilakukan pada ibu, bapak atau anggota keluarga yang dewasa lainnya.
Kontak kulit ke kulit sangat berguna untuk memberi bayi kesempatan dalam menemukan puting ibunya, sebelum memulai proses menyusui untuk pertama kalinya. Inilah kunci dari inisiasi menyusui dini yang akan sangat berpengaruh dalam proses ASI Eksklusif selama 6 bulan setelahnya.














BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Implementasi hak untuk ibu postnatal dan bayi, bisa diartikan dengan gerakan sayang ibu. Gerakan sayang ibu merupakan suatu gerakan yang dilaksanakan dalam upaya membantu salah satu program pemerintah untuk peningkatan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang berdampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas.
Asuhan Bayi Baru Lahir dan Balita Berdasarkan Evidence Based meliputi: Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (inisiasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa internasional yang didirikan oleh WHO/ UNICEF pada tahun 1991 untuk mempromosikan, melindungi dan mendukung inisiasi dan kelanjutan menyusui; Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu); Kontak kulit bayi dengan ibu dengan perawatan metode kangguru dapat mepertahankan suhu bayi dan mencegah bayi kedinginan/ hipotermi, ini merupakan regulasi suhu bayi baru lahir dengan kontak kulit ke kulit.



B.   Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar pembaca dapat memahami tentang Implementasi hak untuk ibu postnatal dan bayi dan Asuhan Bayi Baru Lahir dan Balita Berdasarkan Evidence Based dengan baik. Kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk penyusunan makalah ini.

















DAFTAR PUSTAKA

Kaban, Febrina. 2011. Asuhan Bayi Baru Lahir Dan Balita Berdasarkan Evidence Based. Artikel (Online). (http://www.bidanshop.blogspot.com, Diakses Tanggal 15 Januari 2013).

Sebo M. Vincensia. 2013. Refleksi Praktik Dalam Pelayanan Kebidanan PNC, Bayi Dan KB. Artikel (Online). (http://www.wordpress.com, Diakses Tanggal 15 Januari 2013).